Biasanya
orang hanya melihat dan bahkan terlalu sering mengindentikan hukum dengan
peraturan hukum atau bahkan lebih sempit lagi, hanya dengan Undang-Undang saja.
Padahal
peraturan hukum hanya merupakan salah satu unsur saja dari keseluruhan system
hukum, yang terdiri dari 7 unsur sebagai berikut :
1. Asas-asas
hukum (filsafah hukum)
2. Peraturan
atau norma hukum, yang terdiri dari :
a) Undang-undang
b) Peraturan
pelaksanaan Undang-undang
c) Yurisprudensi
tetap (case law)
d) Hukum
kebiasaan
e) Konvensi-konvensi
internasional
f) Asas-asas
hukum Internasional
3. Sumber
daya manusia yang professional, bertanggung jawab dan sadar hukum
4. Pranata-pranata
hukum
5. Lemabaga-lembaga
hukum termasuk :
a) Struktur
organisasinya
b) Kewenangannya
c) Proses
dan prosedur
d) Mekanisme
kerja
6. Sarana
dan Prasarana hukum, seperti :
a) Furniture
dan lain-lain alat perkantoran, termasuk computer dan sistem manajemen
perkantoran
b) Senjata
dan lain-lain peralatan (terutama untuk polisi)
c) Kendaraan
d) Gaji
e) Kesejahteraan
pegawai
f) Anggaran
pembangunan
7. Budaya
hukum, yang tercermin oleh perilaku para pejabat (eksekutif, legislatif, maupun
yudikatif), tetapi juga perilaku masyarakat (termasuk pers), yang di Indonesia
cenderung menghakimi sendiri sebelum benar-benar dibuktikan seorang tersangka
atau tergugat benar-benar bersalah melakukan suatu kejahatan atau perbuatan
tercela.
Maka
sistem hukum terbentuk oleh sistem interaksi antara ke tujuh unsur diatas itu,
sehingga apabila salah satu unsurnya saja tidak memenuhi syarat, tentu seluruh
sistem hukum tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Atau apabila salah satu
unsurnya berubah, maka seluruh sistem dan dan unsure-unsur lain juga harus
berubah.
Berbicara
mengenai pembangunan hukum ekonomi, mau tidak mau kita harus memahami sistem
ekonominya. Terdapat hubungan yang sangat erat dan timbal balik antara sistem
hukum dengan sistem ekonomi. Dalam perkembangan globalisasi seperti kita
saksikan saat ini ternyata tidak mudah menyajikan pemaham tentang adanya sistem
ekonomi Indonesia. Dan kita pun harus mengetahui sistem apa yang sebenarnya
dianut oleh bangsa Indonesia ini. Sistem ekonomi di Indonesia sejatinya
menganut pada sistem ekonomi pancasila seperti pada Pasal 33 UUD 1945. Tapi pada
nyatanya masyarakat Indonesia banyak yang menganut sistem ekonomi kapitalis.
Sistem
ekonomi kapitaslis ditandai antara lain penguasaan atau kepemilikan factor-faktor
produksi oleh swasta, sedangkan pembuatan keputusan apa yang ingin
diproduksikan berada di tangan siapa yang memiliki faktor produksi tersebut. Keputusan
yang dibuat, dipandu oleh mekanisme pasar yang menyediakan informasi yang
diperlukan sementara insentif kebendaan menjadi motivator utama bagi para
pelaku ekonomi. Sistem ini sering dilawankan dengan sistem sosialisme, yang secara
akademik dibagi menjadi 2, yaitu sosialisme pasar dan sosialisme terencana. Dalam
sistem sosialisme pasar ciri-cirinya adalah kepemilikan faktor produksi oleh Negara
dan atau kepemilikan secara kolektif oleh publik. Keputusan apa yang harus
diproduksikan sudah di desentralisasi dan dibuat berdasarkan kebutuhan yang bekkerja
berdasarka mekanisme pasar. Motivasi para pelaku ekonomi adalah insentif
material dan moral. Sementara itu, sosialisme terencana dicirikan oleh
kepemilikan Negara atas setiap faktor produksi. Apa yang harus di produksikan
di sesuaikan dengan perencanaan pusat dan para pelaku ekonomi terikat untuk
melaksanakan apa yang telah di rencanakan oleh pusat tersebut. Motivasi para
pelaku ekonomi adalah insentif material dan moral. Sistem ekonomi Pancasila,
mempunyai faktor dan ciri yang tidak sama sehubungan dengan sistem-sistem yang
sudah diuraikan tadi.
Secara
normatif, ketentuan Pasal 33 UUD 1945 sering dipahami sebagai sistem ekonomi
yang layak dipakai oleh bangsa Indonesia. Pada Pasal 33 ayat 1 misalnya,
menyebutkan bahwa perekonomian nasional disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan asas kekeluargaan. Asas ini dapat di pandang sebagai asas bersama
yang bermakna dengan konteks sekarang yaitu, persaudaraan, humanisme, dan
kemanusiaan. Artinya ekonomi tidak dipandang sebagai wujud sistem persaingan
liberal ala Barat, tetapi ada nuansa moral dan kebersamaannya, sebagai refleksi
dari tanggung jawab sosial.
Maka
tidaklah mengherankan mengapa tidak hanya hukum ekonomi yang amburadul, tetapi
kehidupan ekonomi juga begitu sulit tinggal landas, kalau landasannya saja
belum di tata dengan baik dan mantap.
Oleh
sebab itu di samping berbagai aspek hukum ekonomi yang lain, yang tentu juga
harus, diprioritaskan adalah pengaturan berbagai bentuk usaha koprasi pelaku
ekonomi disamping berbagai kontrak, termasuk berbagai hibridanya yang sekarang
sudah dikembangkan, untuk menjaga kepastian hukum, kebenaran dan keadilan bagi
semua pihak yang terlibat dalam proses perekonomian dalam dan luar negri.
Tampaklah
bahwa ridak hanya bidang ekonomi harus ditangani secara konseptual, sistemik
dan professional, tetapi bidang hukum ekonomi pun mau tidak mau juga harus
dipelajari, ditekuni, dibahas dan dikembangkan secara konseptual, sistemik, dan
professional, sejalan, searah dan sederap dengan kebijaksanaan dan pengambilan
keputusan di bidang ekonomi.
Dan
tak lupa semua yang tersusuan secara konseptual harus berdasarkan pada sistem
ekonomi Pancasila yang telah di tegaskan dalam Pasal 33 UUD 1945. Dengan dasar
sistem yang benar maka hukum ekonomi di Indonesia akan berjalan baik sebagaiman
mestinya.
Sumber : http://indonesiaindonesia.com/f/8803-sistem-ekonomi-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar