Perlindungan
konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan
untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen.
Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda
pemberitahuan kepada konsumen.
UU
Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik
Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau
jasa; hak untuk memilih
barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila
barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Dalam
perlindungan konsumen sesungguhnya ada doktrin yang disebut strict product
liability, yakni tanggung jawab produk yang bertujuan untuk memberikan
perlindungan kepada konsumen. Doktrin tersebut selaras dengan doktrin perbuatan
melawan hukum (pasal 1365 KUHPerdata) yang menyatakan, “Tiap perbuatan
melanggar hukum yang membawa kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian, mengganti kerugian tersebut.” Untuk dapat
dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum berdasar pasal 1365 KUHPerdata, suatu
perbuatan harus memenuhi unsur-unsur, seperti adanya perbuatan melawan hukum,
adanya unsur kesalahan, kerugian, dan adanya hubungan sebab-akibat yang
menunjukkan adanya kerugian yang disebabkan oleh kesalahan seseorang.
Unsur-unsur
ini pada dasarnya bersifat alternatif. Artinya, untuk memenuhi bahwa suatu
perbuatan melawan hukum, tidak harus dipenuhi semua unsure tersebut.
Jika suatu perbuatan sudah memenuhi salah satu unsur saja, maka perbuatan
tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum.
Ada dua jenis
perlindungan yang diberikan kepada konsumen, yaitu :
1. Perlindungan Priventif
Perlindungan yang diberikan
kepada konsumen pada saat konsumen tersebut akan membeli atau menggunakan atau
memanfaatkan suatu barang dan atau jasa tertentu, mulai melakukan proses
pemilihan serangkaian atau sejumlah barang dan atau jasa tersebut dan
selanjutnya memutuskan untuk membeli atau menggunakan atau memanfaatkan barang
dan jasa dengan spesifikasi tertentu dan merek tertentu tersebut.
2. Perlindungan Kuratif
Perlindungan yang diberikan
kepada konsumen sebagai akibat dari penggunaan atau pemanfaatan barang atau
jasa tertentu oleh konsumen. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa konsumen
belum tentu dan tidak perlu, serta tidak boleh dipersamakan dengan pembeli
barang dan atau jasa, meskipun pada umumnya konsumen adalah mereka yang membeli
suatu barang atau jasa. Dalam hal ini seseorang dikatakan konsumen, cukup jika
orang tersebut adalah pengguna atau pemanfaat atau penikmat dari suatu barang
atau jasa, tidak peduli ia mendapatkannya melalui pembelian atau pemberian.
Dari
penjelasan diatas mengenai perlindungan konsumen bisa di tinjau dari masalah
kasus prita yang pada tahun lalu sangat gencar-gencarnya di pemberitaan media
masa. Kasus prita menjadi sangat fenomenal karena adanya dukungan dari berbagai
pihak. Penyelesainya pun butuh waktu yang sangat lama dengan segala upaya yang
keras. Kasus ini sebenarnya bukanlah kasus yang pertama kali terjadi di
Indonesia, hanya saja kasus ini yang pertama kali terekspos dan di respon baik
oleh masyarakat. Akan tetapi, Prita dan korban lainnya tetap berjuang sekuat
tenaga untuk mendapatkan haknya sebagai konsumen dan menuntut
pertanggungjawaban dari pihak penyedia jasa.
Indonesia
telah memiliki UU perlindungan konsumen sejak tahun 199. Namun, sosialisasi dan
aplikasinya di lapangan masih belum terlihat. Sebenarnya UU perlindungan
konsumen tidak harus ada apabila pihak produsen dan penjual menyadari akan
tanggung jawabnya dan berusaha memberikan yang terbaik untuk konsumennya. Akan tetapi,
banyak produsen yang nakal dan tak menyadari akan tanggung jawabnya. Contohnya pedagang
yang menggunakan formalin dan boraks pada bakso agar si bakso awet hingga
beberapa hari jika bakso itu tidak habis pada hari itu.
Permasalahan
ini mungkin terjadi karna tidak adanya penegakan hukum yang tegas dan
berimbang. Seperti makanan yang sudah kadaluarsa yang di bungkus cantik dalam
bentuk parsel yang masih merajalela hingga saat ini, dan pihak penegak hukum
hanya melakukan oprasi pasar untuk menyaring produsen yang nakal seperti hanya
pada saat momen-momen tertentu saja, misalnya hanya saat hari Raya Idul Fitri
saja. Itu merupakan pelanggaran terhadap hak konsumen yang sebenarnya harus di
tindak sejak kini.
Untuk
menyelesaikan masalah ini ada salah satu lembaga yang khusus menanngani masalah
ini yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).Tugas BPSK melaksanakan
penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau
arbitrase atau konsiliasi, memberikan konsultasi perlindungan konsumen,
melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku, melaporkan kepada
penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang No.8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menerima pengaduan baik tertulis
maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen, melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan
konsumen, memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen, memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli
dan atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap
Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Meminta bantuan
penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang
atau pihak yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa
konsumen. Mendapatkan, meneliti dan atau menilai surat, dokumen, atau alat
bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan. Memutuskan dan menetapkan
ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen. Memberitahukan putusan kepada
pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. Menjatuhkan
sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang
ini.
Namun
terkadang dengan segala proses yang rumit itu memerlukan waktu yang tidak
sebentar. Terkadang seperti mengulur-ngulur hanya untuk meredakan emosi
masyarakat. Berbagai kasus perlindungan konsumen di Indonesia ini biasanya
pemenangnya tetaplah produsen dan hal itu menyebabkan semakin banyak konsumen
yang akan merasa terugikan.
Memang
agak sulit mengawasi para produsen atau pedagang yang jumlahnya jutaan orang. Apapun
bentuk pelanggaran tersebu, hukuman yang paling efektif adalah hukuman dari
masyarakat. Maka dari itu masyarakat harus tahu haknya sebagai konsumen dan
kemana harus melapor bila hak itu terkikis. Cara pendidikan ini sebenarnya bias
memalalui kampanye, iklan layanan masyarakat, dan program RT/RW. Dengan semakin
terbukanya informasi dan pengetahuan masyarakat maka mereka bisa menjadi hakim
bagi dirinya sendiri dan bisa menetapkan hukuman yang layak bagi produsen yang
nakal.
Sumber
: http://achmadsaerozi.wordpress.com/2011/01/02/perlindungan-konsumen-di-indonesia/
http://id.wikipedia.org/wiki/Perlindungan_konsumen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar