A. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual
Hak Kekayaan Intelektual yang disingkat
‘HKI’ atau akronim ‘HaKI’ adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR),
yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk
atau proses yang berguna untuk manusia.
Pada intinya HaKI adalah hak untuk
menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang
diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan
intelektual manusia.
Secara garis besar HAKI dibagi dalam dua
bagian, yaitu:
- Hak Cipta (copy rights)
Hak
Cipta merupakan istilah legal yang menjelaskan suatu hak yang diberikan pada
pencipta atas karya literatur dan artistik mereka. Tujuan utamanya adalah untuk
memberikan perlindungan atas hak cipta dan untuk mendukung serta memberikan
penghargaan atas buah kreativitas. Karya-karya yang dicakup oleh Hak Cipta
termasuk: karya-karya literatur seperti novel, puisi, karya pertunjukan,
karta-karya referensi, koran dan program komputer, data-base, film, komposisi
musik, dan koreografi, sedangkan karya artistik seperti lukisan, gambar,
fotografi dan ukiran, arsitektur, iklan, peta dan gambar teknis.
- Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup:
·
Paten;
Paten
merupakan hak eksklusif yang diberikan atas sebuah penemuan, dapat berupa
produk atau proses secara umum, suatu cara baru untuk membuat sesuatu atau
menawarkan solusi atas suatu masalah dengan teknik baru. Paten memberikan
perlindungan terhadap pencipta atas penemuannya. Perlindungan tersebut
diberikan untuk periode yang terbatas, biasa-nya 20 tahun. Perlindungan yang
dimaksud di sini adalah penemuan tersebut tidak dapat secara komersil dibuat,
digunakan, disebarkan atau di jual tanpa izin dari si pencipta.
·
Desain Industri (Industrial designs);
Desain
industri adalah aspek ornamental atau estetis pada sebuah benda. Desain
tersebut dapat mengandung aspek tiga dimensi, seperti bentuk atau permukaan
benda, atau aspek dua dimensi, seperti pola, garis atau warna. Desain industri
diterapkan pada berbagai jenis produk industri dan kerajinan; dari instrumen
teknis dan medis, jam tangan, perhiasan, dan benda-benda mewah lainnya; dari
peralatan rumah tangga dan peralatan elektronik ke kendaraan dan struktur
arsitektural; dari desain tekstil hinga barang-barang hiburan. Agar terlindungi
oleh hukum nasional, desain industri harus terlihat kasat mata. Hal ini berarti
desain in-dustri pada prinsipnya merupakan suatu aspek estetis yang alami, dan
tidak melindungi fitur teknis atas benda yang diaplikasikan.
·
Merek;
Merek
adalah suatu tanda tertentu yang dipakai untuk mengidentifi-kasi suatu barang
atau jasa sebagai-mana barang atau jasa tersebut dipro-duksi atau disediakan
oleh orang atau perusahaan tertentu. Merek membantu konsumen untuk
mengidentifikasi dan membeli sebuah produk atau jasa berdasarkan karakter dan
kualitasnya, yang dapat teridentifikasi dari mereknya yang unik.
·
Desain tata letak sirkuit terpadu
(integrated circuit);
Sirkuit
terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di
dalamnya terdapat ber-bagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen
tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan
serta di-bentuk secara terpadu di dalam sebu-ah bahan semi-konduktor yang
dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elekronik. Desain tata letak adalah
kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen,
sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta
sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga
dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu.
·
Rahasia dagang (trade secret);
Rahasia dagang dan jenis-jenis informasi
rahasia lainnya yang memiliki nilai komersil harus dilindungi dari pelanggaran
atau kegiatan lainnya yang membuka rahasia praktek komersial. Namun
langkah-langkah yang rasional harus ditempuh sebe-lumnya untuk melindungi
informasi yang bersifat rahasia tersebut. Pengujian terhadap data yang
diserahkan kepada pemerintah sebagai langkah memperoleh
persetujuan untuk memasarkan produk farmasi atau perta-nian yang memiliki komposisi baru juga harus dilindungi dari kecurang-an perdagangan.
persetujuan untuk memasarkan produk farmasi atau perta-nian yang memiliki komposisi baru juga harus dilindungi dari kecurang-an perdagangan.
Di Indonesia badan yang berwenang dalam
mengurusi HaKI adalah Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual yang selanjutnya disebut Dirjen HaKI mempunyai tugas menyelenggarakan
tugas departemen di bidang HaKI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan kebijakan.
B. Dasar Hukum
Dasar hukum mengenai HaKI di Indonesia
diatur dengan undang-undang Hak Cipta no.19 tahun 2003, undang-undang Hak Cipta
ini melindungi antara lain atas hak cipta program atau piranti lunak computer,
buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak computer dan buku-buku
(sejenis) lainnya. Terhitung sejak 29 Juli 2003, Pemerintah Republik Indonesia
mengenai Perlindungan Hak Cipta, peerlindungan ini juga mencakup :
·
Program atau Piranti lunak computer,
buku pedoman pegunaan program atau piranti lunak computer, dan buku-buku
sejenis lainnya.
·
Dari
warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika
Serikat, atau
·
Untuk
mana warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat memiliki
hak-hak ekonomi yang diperoleh dari UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, atau untuk mana
suatu badan hukum (yang secara langsung atau tak langsung dikendalikan, atau
mayoritas dari saham-sahamnya atau hak kepemilikan lainnya dimiliki, oleh warga
Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat)
memiliki hak-hak ekonomi itu;
·
Program
atau piranti lunak computer, buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak
computer dan buku-buku sejenis lainnya yang pertama kali diterbitkan di Amerika
Serikat.
Para anggota BSA termasuk ADOBE, AutoDesk, Bently, CNC Software,
Lotus Development, Microsoft, Novell, Symantec, dan Santa Cruz Operation adalah
perusahaan-perusahaan pencipta program ataupiranti lunak computer untuk
computer pribadi (PC) terkemuka didunia, dan juga adalah badan hukum Amerika
Serikat yang berkedudukan di Amerika Serikat. Oleh karena itu program atau
piranti lunak computer, buku-buku pedoman penggunaan programataupiranti lunak
computer dan buku-buku sejenis lainnya ciptaan perusahaan-perusahaan tersebut
dilindungi pula oleh UNDANG-UNDANG HAK CIPTA INDONESIA.
Jika seseorang melakukan suatu
pelanggaran terhadap hak cipta orang lain maka orang tersebut dapat dikenakan
tuntutan pidana maupun gugatan perdata. Apabila seseorang atau sebuah
perusahaan melanggar hak cipta pihak lain, yaitu dengan menyalin, meniru,
mengedarkan, bahkan memperdagangkan karya-karya pihak lain maka hal yang telah
di lakukan seseorang atau sebuah perusahaan itu adalah termasuk tindak pidana
yang aka terjerat hukuman sebagai berikut :
KETENTUAN PIDANA
PASAL 72
1. Barang
siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 dan ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan atau denda paling
sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima ratus
juta rupiah).
(2)
Barang siapa dengan sengaja menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang
hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
(3)
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa
hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
(4)
Barang siapa dengan sengaja melanggar
pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.000,00 (Satu milyar rupiah).
(5)
Barang siapa dengan sengaja melanggar
pasal 19, pasal 20, atau pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00
(Seratus lima puluh juta rupiah).
(6)
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa
hak melanggar pasal 24 atau pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima
puluh juta rupiah).
(7)
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa
hak melanggar pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta
rupiah).
(8)
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa
hak melanggar pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta
rupiah).
(9)
Barang siapa dengan sengaja melanggar
pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 1.500.000.000.000,00 (Satu milyar lima ratus juta
rupiah).
Adapun contoh pelanggaran kasus Hak
Paten :
Pemimpin
Umum/Pemimpin Redaksi majalah Indonesia What’s On, Warsito Wahono, mengirimkan
satu paket berkas laporan ke Dewan Pers tertanggal 10 Juni 2002, yang berisi
mengenai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan nota pembelaannya, tentang
penjatuhan yaitu vonis satu tahun penjara dan denda Rp10 juta untuk tuduhan pelanggaran
hak cipta oleh majalahtersebut.
Kasus ini
berawal -sesuai dengan fotokopi kliping nota pembelaan Warsito- dari pemuatan
obyek foto, pada majalah Indonesia What’s On, edisi 138 Tahun 1998, yang
tertulis MADAME D SYUGA DOC, yang notabene merupakan foto mantan istri Presiden
pertama RI, Ratna Sari Dewi Soekarno. Dalam surat kepada Dewan Pers, Warsito,
menyatakan keputusan ini akan berdampak pada kebebasan berekspresi dan
kebebasan pers. Atas putusan pengadilan tersebut, Warsito menyatakan akan naik
banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta, dan meminta kepada Dewan Pers untuk
memprotes putusan tersebut yang dinilai tidak fair. Dalam proses persidangan,
Warsito, menghadirkan beberapa ahli saksi yang antara lain RH Siregar, SH,
Wakil Ketua Dewan Pers.
Vonis yang
dijatuhkan oleh Rukmini Ketua Majelis Hakim, tersebut akan menjadi
yurisprudensi baru di bidang hukum, khususnya tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HAKI). Warsito dalam suratnya mengatakan ‘ada ketidak adilan dalam mengambil
keputusan mengingat dalam pertimbangan-pertimbangannya telah mengabaikan
Undang-Undang Pers serta adanya Fair Use Defense yang mengacu kepada Konvensi
Berne yang mengecualikan adanay pelanggaran Hak Cipta selain adanya saksi-saksi
ahli’, selain itu Madame D Syuga telah dilarang peredarannya di Indonesia oleh
Jaksa Agung.
“Beberapa
pasal dalam UU Hak Cipta membatasi dan menyusahkan kebebasan pers”, demikian
komentar Atmakusumah Astraatmadja Ketua Dewan Pers, tentang kasus ini yang
dimuat majalah Gatra, edisi 15 Juni 2002. Ermawati Direktur Hak Cipta,
Direktorat Jenderal Hukum Atas Kekayaaan Intelektual (HAKI); memberikan
komentar tentang kasus ini pada majalah yang sama (Gatra-red) “Jika tujuan
utnuk pendidikan, ilmiah, dan informasi semata, penggandaan foto tidak
bermasalah. Tapi, dalam kasus What’s On, jelas tujuannya komersial”. Ketua Umum
Perhimpunan Masyarakat Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Indonesia Gunawan Suryomurcitro,
mengatakan (courtesy-Gatra) “Dalam kasus What’s On, pengutipan itu jelas untuk
tujuan komersial. Jadi, soal pengecualian dalam Pasal 14 (UU Hak Cipta) itu
tidak berlaku”.
Kasus ini
merupaan kasus yang baru di Indonesia, khususnya mengenai Hak Cipta, karena di
RUU HAKI yang sedang digodok di DPR, aturan hak cipta tentang fotografi akan
dijadikan salah satu pasal di dalam UU HAKI, sehingga tanpa persetujuan orang
yang dipotret dan tidak untuk kepentingan yang dipotret, pemegang hak cipta
atas potret tidak boleh memublikasikannya.
http://zaki-math.web.ugm.ac.id/matematika/etika_profesi/HAK_KEKAYAAN_INTELEKTUAL.doc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar